Oct 23, 2010

Catatan di balik Bazaar Ramadhan 2010



Parung
Jumat, 20 Agustus 2010

Hari pertama bazaar.

Sedikit deg-degan. Kami belum tahu respon warga sekitar RT 4 Desa Waru Jaya ini. Ramadhan tahun lalu memang sudah pernah digelar bazaar sejenis, namun dengan jumlah pakain yang terbatas, dan hanya sedikit tetangga yang mengetahuinya. Namun, kami tetap berharap yang terbaik.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.45 wib, itu berarti masih tersisa lima belas menit untuk membuka bazaar secara resmi. Namun, belum sempat kami mengambil napas panjang sehabis menata kursi dan meja untuk memajang pakaian, pembeli sudah banyak berdatangan. Bahkan, saat bungkus pakaian belum sempat seluruhnya dibuka, dan di tata sesuai kategori, serbuan ibu-ibu sudah tak tertahankan. Berulang kali saya harus bilang,”sebentar lagi ya, bu..!” tetapi dengan santai mereka menjawab,”iya, Cuma lihat-lihat aja, kok!” sambil tetap membolak-balikkan pakaian di depan mereka, dan menggenggam erat-erat pakain yang mereka suka. Makin lama pengunjung makin banyak. Kami jadi “terdesak” untuk segera membuka bazaar tanpa perlu basa-basi lagi.
Seseorang sempat menjadi perhatian kami. Sekantung didapatkan, pulang, bawa teman, dan belanja lagi. Sempat terlitas di pikiran bahwa dia bukan semata-mata berbelanja untuk dirinya sendiri, melainkan untuk di jual kembali. Tapi, kami tak mungkin memeriksa tujuan dia berbelanja, atau melarangnya berbelanja. Kami sudah cukup senang pakaian yang kami tawarkan diterima dengan baik. Apalagi setelah kami konfirmasikan kepada PIC, dia memang memiliki banyak anggota keluarga. Bazaar seperti ini sangat membantu mereka.

Dan, seperti ikan piranha, “hidangan” berupa pakaian di meja, segera tuntas dalam waktu dua jam. Meskipun masih ada pakaian tersisa, lebih banyak yang berjenis rok pendek, atau celana yang berukuran besar.

Setetes embun.

Saat persiapan, kami berkoordinasi dengan PIC (merupakan mertua adik) untuk meminta tolong menyediakan takjil. Namun, kami harus kecewa hal itu tak dapat dipenuhi karena alasan kesehatan. Akhirnya setelah berdiskusi, PIC menyarankan untuk meminta bantuan kepada seorang ibu sebut saja A, tetangga depan rumah mereka untuk membuatkan takjil. Kami setuju. Apalagi setelah mengetahui bahwa si ibu A ini memang dalam kondisi kekurangan, sementara menurut PIC beliau memiliki ketrampilan membuat kue dan makanan lain.

Raut wajah gembira, dan tangan yang bergetar ibu A menerima uang yang kami sodorkan. Tak henti beliau berterimakasih, sampai kami beranjak pulang. Mudah-mudahan, ini menjadi awal untuk ibu A mendapatkan rizki dengan berwira usaha setelah kami mengenalkan takjil yang dibuat kepada para pengunjung bazaar. Pun, menjadi penyemangat kami untuk melakukan yang lebih baik lagi. Amin.

Akhir bazaar pukul 17.30 wib, kami memperoleh dana untuk disumbangkan sebesar Rp. 410.000,- seluruhnya kami sumbangkan kepada kaum dhuafa (prioritas anak yatim) melalui PIC.

Bojonggede
Minggu, 22 Agustus 2010

Hari ke-2.

Lokasi ini sangat familiar untuk kami. Maklum, di sinilah dulu orang tua kami bertempat tinggal. Sekarang tinggal adik, dan ponakan. Karena merasa dekat dari rumah dan mengenal kondisi di Kampung pulo, Bojonggede, kami sedikit merasa santai. Adik, sebagai PIC, pun sangat membantu meskipun dalam keadaan hamil besar.

Alert!

Namun, di sini kami temukan hal-hal yang sebelumnya bahkan tak terpikirkan. Banyak pembeli dengan sengaja melepaskan label harga untuk kemudian menanyakan lagi harga kepada SPG kami. Atau, bahkan ada yang berani berbohong dengan mengatakan kepada SPG 1 (konfirmasi harga) bahwa harga baju yang dia pegang menurut SPG 2 berharga Rp.3000, padahal kami tahu baju itu seharga Rp.4000. Kami juga mendapati ada yang setelah bayar, dia kembali ke meja bazaar dan memilih pakaian tetapi tidak untuk di beli melainkan dimasukkan ke dalam kantong plastik di pergi begitu saja.
Sebenarnya, wilayah Bojonggede menjadi perhatian khusus (dalam anggapan kami, mereka membutuhkan banyak bantuan pakaian layak pakai) karena banyak penduduknya berprofesi sebagai pedagang asongan, pengamen, kerja serabutan, bahkan penganggur. Namun, di luar dugaan hal itu tidaklah sepenuhnya berlaku. Perlombaan mempertunjukkan kemewahan (agar dianggap kaya) dalam setiap hajat yang mereka buat rupanya telah mendarah daging. Bahkan sebagian dari mereka banyak yang tidak mau berbelanja pakaian karena malu diketahui oleh tetangga mereka menggunakan pakaian bekas.Pembelanja pakaian rata-rata bukan dari dimana lokasi bazaar bertempat, melainkan dari RT sekitarnya. Peryataan ini kami dapatkan dari PIC yang memang telah lama tinggal di lingkungan tersebut dan mengenal baik karakter masyarakat Bojonggede, terutama setempat.

Namun demikian, kami memperoleh Rp.490.000, ditambah pembelanja yang datang belakangan (ke rumah PIC), total mencapai Rp.501.000.
Syukurlah!

Cilebut
28 Agustus 2010

Menyelenggarakan kegiatan di lingkungan RT sendiri gampang-gampang susah. Disebut gampang karena urusan birokrasi lebih mudah, meski dalam urusan ijin tetap harus ada uang administrasi yang tidak berbeda dengan RT wilayah lain. Di sebut susah, sejak sosialisasi dilakukan “permintaan ikutan” juga berdatangan. Namun satu saja yang bisa kami setujui, yaitu menggunakan tenda untuk acara buka puasa bersama seluruh warga RT 04 setelah kegiatan bazaar berakhir. Tantangan lainnya, ketika beberapa ibu berusaha membeli pakaian langsung ke rumah PIC karena takut tidak mendapatkan barang yang diinginkan, pun malas berebut dengan orang lain. Setengah memaksa mereka meminta kami memperbolehkan membeli saat pakaian masih dalam proses sortir meskipun tetap tidak kami ijinkan. Tapi itu kami anggap sebagai respon positif, bahwa program bazaar ini memang sangat mereka butuhkan.

Di hari H, karena melihat situasi yang telah cukup ramai meski acara belum dimulai, seluruh tim memutuskan untuk terlebih dulu sholat Ashar karena takut tidak akan sempat nantinya. Dan, benar adanya. Pengunjung sangat melimpah, sampai banyak orang tidak mendapatkan celah kehadapan meja bazaar. Sampai menjelang Maghrib, masih saja ada pengunjung yang berbelanja. Di akhir waktu, kami mendapatkan dana total sebesar satu juta rupiah (termasuk hasil malam hari dan keesokan paginya) setelah dikurangi untuk pembayaran SP. Dan, karena di RT 04 ini memiliki panitia zakat, kami memutuskan untuk membagi dana menjadi dua. Satu bagian (Rp.500.000) kami serahkan kepada panitia zakat, sedangkan Rp.500.000 lagi kami kelola sendiri.

Pulau Untung Jawa
29 Agustus 2010

Ada badak di Untung Jawa!

Di Pulau Untung Jawa, yang merupakan tujuan terakhir dari bazaar, kami membawa hampir seluruh persediaan pakaian (kecuali yang cacat - untuk kami bagi gratis). Kami juga membawa tim dari Forum Badak Indonesia untuk membantu kami menyelenggarakan permainan edukatif untuk anak-anak berupa ular tangga bertema konservasi badak. Pemikiran ini kami dapatkan dari sebuah pengamatan terhadap perilaku anak-anak ketika orang tua mereka sibuk berbelanja. Ketimbang mendapatkan dampratan dari orang tua yang kesal anaknya tak bisa diam, alangkah lebih baiknya jika mereka tak meninggalkan lokasi bazaar-agar orangtua merasa aman, sekaligus mendapat kegembiraan yang mendidik.

Jam pelaksanaan kegiatan yang sedianya hendak dilakukan pukul 14.00 terancam molor, karena pejabat RT ngotot meminta kami menemui pejabat Kelurahan dan pihak keamanan setempat terlebih dahulu. Namun dengan jaminan PIC dan tokoh masyarakat yang kami kenal pula, akhirnya kegiatan segera dapat dilakukan. Jika tidak, mungkin situasi akan sulit dikendalikan karena para ibu calon pembeli mengeluh akan sulit membagi waktu untuk belanja pakaina dan mempersiapkan makanan untuk berbuka.

Seafood...aha!

Cuaca panas dan kering sangat menantang daya tahan kami. Air wudhu yang kami harapkan jadi penyejuk, juga tak bersahabat. Asinn...! Wajah dan bibir yang telah kering, menjadi semakin perih. Senyum, jadi sebuah usaha yang menyakitkan dalam arti sebenarnya. Tapi, ini belum seberapa. Ketika tubuh sudah dalam kondisi lampu kuning, di sekitar pukul 15.00, kami tetap harus mengajak anak-anak untuk tertawa bergembira bermain ular tangga. Apa daya? Kami yang mulai, kami juga yang harus menjawab tantangan ini. Sungguh tak kuasa menolak antusiasme anak-anak untuk mengikuti permainan itu. Yang sedikit menghibur, kegembiraan ini akhirnya menular kepada orang tua mereka. Antrian pemain jadi makin panjang, padahal hanya bisa menampung empat higga enam orang dalam sekali putaran. Belum lagi sebagian dari anak-anak itu belum bisa membaca sehingga tim FBI harus sangat bersabar.

Sudah pukul 17.45 wib. Sedikit lega. Bergegas kami berkemas, dan menuju warung yang telah menyediakan makanan untuk kami. Es kelapa, air kemasan, teh hangat, buah pisang, udang asam manis, cumi goreng tepung, dan kakap bakar telah rapi berderet. Asap yang mengepul memenuhi rongga dada, menggelitik lambung. Asam lambungku langsung megucur deras. Perih...!

Kumandang azan Maghrib terasa terlalu lama untuk di tunggu. Kami curiga, di pantai
siang jadi lebih lama dibandingkan di Bogor. Kerongkongan sudah kerontang. Ludah saja hampir tak bisa di telan. Berkali-kali kami melirik jam di tangan. Belum juga azan berkumandang.

Entah siapa yang mulai, sepakat saja kami berbuka tanpa menunggu azan maghrib. Jam di tangan sudah lebih lima menit ketimbang waktu berbuka di bogor. Satu, dua, tiga, empat, lima, dan enam gelas air dan es kelapa masuk sekaligus di perut! Rehidrasi, yang bikin susah respirasi. Haha!
Tak sabar menunggu menyebarnya air ke seluruh tubuh, hanya lima menit berselang, tahap selanjutnya adalah: makan!

Sore itu, nasi bukan lah pilihan utama. Kami sibuk menyiangi daging ikan dari duri, menuang udang dengan bumbu, dan cumi untuk di colek dengan sambal kecap. Sesekai mengambil tumis kangkung untuk mencegah sumbatan kolesterol. Kesimpulan: KALAP!
Pengalaman yang luar biasa! Meski sudah sering berkunjung ke Untung Jawa, baru sekali ini menantang panas udara, dan keringnya kerongkongan selama berpuasa. Apakah berani melakukan lagi? Kita lihat aja nanti. Kalau boleh, malam aja kali ya?
Hiburan kami juga bertambah.Total dana yang didapatkan adalah Rp.618.000. Dana yang didapatkan ini kami serahkan kepada dua RT di sekitar lokasi bazaar sebanyak Rp.500.000. Sedangkan sisanya, kami serahkan kepada PIC untuk di kelola (dibagikan kepada masyarakat sekitar rumahnya yang membutuhkan).

Pekerjaan belum selesai. Sampai di Tanjung pasir, kami menunaikan amanat dari kawan yang menitipkan sumbangan uang tunai untuk disumbangkan kepada kaum dhuafa. Karena hari telah lewat waktu isya’, banyak orang bergerombol di jalan membuat kami harus ekstra hati-hati. Kami tak boleh terlihat menyolok, apalagi diketahui akan memberikan sumbangan. Kami takut terjadi kekacauan. Margin eror sangat mungkin jadi besar karena kami memilih “hanya” dengan melihat kondisi rumah tinggal sasaran. Meski kami mengenal baik di wilayah sasaran, nyatanya, banyak rumah yang dulu kami kenal penghuninya, telah berpindah tangan. Mudah-mudahan sumbangan tadi tidak sia-sia, dan terjadi hanya karena Allah yang menuntun kami. Amin.

Terimakasih atas bantuan kawan semua. Sampai jumpa di bazaar tahun depan!

Lampiran
Daftar penyumbang pakaian layak pakai:
1. Bakrie Telecom, Jakarta
2. Nurlaila – Cibitung, Bekasi
3. Depnina Kencana, Bogor
4. Irma Dana dan kawan-kawan, Bogor
5. Hariati Ruchmono, Jakarta
6. Lukman Hardian- SMP Madina Islamic School, Jakarta
7. Sherlina Tambunan, Bekasi
8. GC (Green Community) - UI, Depok, Jawa barat
9. Rani, Jakarta/Malang
10. Siswa-siswi YMIK 1 Manggarai, Jakarta
11. Desi Hartanto, Bogor
12. Luluk, Jakarta
13. Novi Kuspriyandari dan Sudarno, Cilebut- Bogor.
14. Dian, dan Reni, Bojonggede – Bogor.
(mohon konfirmasi bagi yang belum tercantum di daftar).
Daftar penyumbang dana tunai:
1. Tutik Setyowati, Bekasi
2. Tini Martiyana, Slipi - Jakarta Barat.