Yap, tulisan ini dibilang bercanda boleh….., tetapi dianggap serius juga pasti sangat diharapkan.
Dalam evolusi (sekian juta tahun) perkembangan pikiran manusia “mungkin” boleh dikatakan sudah berbeda dan berubah hingga dikatakan modern. Itu bisa kita lihat dari peradaban yang bisa kita lihat. Teknologi salah satunya. Manusia bangga sekali dengan apa yang dihasilkan dari buah pikiran manusia modern. Gedung tinggi, robot, komunikasi tanpa kabel dan sebagainya. Semua dilakukan demi kesejahteraan manusia juga. Yang, meskipun dalam hal sejahtera setiap orang di muka bumi ini punya kriteria sendiri. Umpamanya: Pemerintah Indonesia, mengukur sejahtera dari adanya beras, bukan ketersediaan makanan bergizi (yang harusnya tidak selalu berarti beras). Orang Bule, mungkin (karena saya bukan bule dan tidak tahu ukuran kesejahteraan mereka), adanya daging. Dan seterusnya....
Tapi, apa sih sebenarnya hasil (akibat) dari ke-modern-an itu?
Sejahterakah manusia?
Seorang profesor dari Jepang dengan pen name High Moon, pernah mengambarkan dalam Cartoon GOMIC Part 3-nya yang terbit tahun 1996, hasil dari ke-modern-nan manusia hanyalah sampah yang semakin bertambah. Sampah ini tak hanya berupa fisik seperti plastik dll, juga sampah-sampah yang tidak terlihat oleh mata yang sangat berbahaya. Sampah-sampah dari manusia modern, sesungguhnya tidak membuat manusia sejahtera. Banyak barang tersedia, manusia makin terpicu dan terpacu untuk memilikinya (meski sebenarnya tak butuh). Semakin banyak barang, ternyata manusia tidaklah semakin nyaman. Semakin manusia modern, semakin “modern” juga penyakit yang timbul. Sampai-sampai, sang profesor menggambarkan manusia bakal menjadi makhluk yang punah karena tak bisa mengelola lingkungan termasuk sampah.
Lalu apa arti ke-modern-an manusia? Jadi terasa sia-sia bukan? Susah-susah berpikir modern, nyatanya malah mati karena tak becus mengelola hidupnya (lingkungan hidupnya) sendiri.
Tapi memang, kalau manusia tak menjadi modern, aku tidak bisa mengetik tulisan ini dengan cepat. Meskipun sadar tubuhku juga harus membayarnya dengan terpapar radiasi setidaknya satu jam sehari.
Tapi, lagi-lagi siapa pula yang mengacaukan siklus alam ini hingga terjadi banyak bencana? Sudah pasti Manusia! Kenapa? Karena semua hal dan makhluk di muka bumi selain manusia, punya siklus hidup yang membuat mereka selalu lestari. Mereka adala mekhluk “profesional”. Tanpa manusia mereka takkan celaka.
Tapi tidak dengan manusia. Manusia adalah makhluk yang paling tidak profesional. Manusia butuh alam untuk dirinya, tapi manusia juga yang merusaknya. Semakin cepat manusia me-modern-kan diri, semakin rusak bumi ini dan sulit kembali. Belakangan, jika kita sadar, siklus hujan dan kemarau sangatlah kacau. Belum lagi banyak badai yang sebelumnya tidak pernah menyambangi kawasan tropis sekarang makin rajin menyapa? Petani dan nelayan yang menjadi produsen dalam rantai makanan semakin sulit memanen. Lalu, apakah itu tidak berarti makanan akan semakin berkurang?
Jutaan tahun tanpa menjadi “modern”, alam bisa hidup lestari: tanpa polusi, tanpa depresi, dan tanpa penyakit modern lain. Sekarang, dalam hitungan ribuan tahun saja manusia sudah menuai banyak kerugian.
Jangan-jangan, kita harus mulai untuk mendefinisikan kembali arti sejahtera dan modern?
Mungkin sejahtera yang mutakhir, haruslah tanpa stress atau depresi akibat kehidupan itu sendiri. Karena, sebanyak apapun uang yang kita punya kalau depresi lalu menjadi sakit parah atau bahkan gila, bukankah semua jadi percuma? Tak bisa menikmati semua hal yang telah susah payah diperjuangkan. Apa itu yang dinamakan sejahtera? Secara materi kita melimpah, tapi secara batin kita merana…apa ini yang dinamakan sejahtera?
Dan modern yang paling modern, adalah jika sesuatu yang kita lakukan -apapun itu- tidak menjadikan alam sebagai korban. Kita sudah mulai bisa merasakan sendiri kini, tak ada lagi tempat yang tanpa polusi karena “ke-modern-an” kita teramat mengabaikan alam. Seakan manusia modern tak pernah tergantung pada alam (bumi). Bukankah sebuah kebodohan modern? Bohong banget kan kalau kita berpikir bahwa sekecil apapun perbuatan kita tak pernah “berakibat”? itu kan namanya manusia modern yang bodoh… (tapi mungkin bukan ini yang di sebut modern kali ya..?)
Tapi, mungkin akulah yang tidak pernah berevolusi! Nyatanya, aku tak pernah berhenti berharap perubahan akan terjadi. Tidak seperti sekarang, hanya jargon saja yang di dengungkan. Tapi alam tetap nestapa dan teraniaya.
Selamat hari bumi! Bumiku sayang, bumiku malang…..
No comments:
Post a Comment