Lintang kesal, sedang asyik bermain game di komputer, tiba-tiba listrik mati. Keasyikan Lintang jadi terganggu. Ibu sih, gak mau belikan Lintang laptop kayak punya Fitri teman sekelasku. Coba aku punya laptop, aku masih bisa main game meski listrik mati, gerutu Lintang.
Saat sedang melamun, terdengar ibu memanggilnya. Kedengarannya dari dapur. Lintang menengok jam dinding di kamar, sudah jam empat sore. Pasti ibu lagi sibuk masak makan malam.
“Lintang..., tolong ke dapur nak, bantu Ibu!” teriak Ibu sekali lagi.
Dengan malas, Lintang pergi ke dapur. Tapi, melihat Ibu kerepotan menyiapkan makan malam Lintang merasa iba dan bersalah. Kasihan ibu, aku harusnya sudah sejak tadi membantu menyiapkan makan malam.
“Apa yang bisa Lintang bantu, bu?”tanya Lintang sambil duduk dekat ibu yang sedang menyiapkan bumbu dapur.
“Tolong kupas bawang merah, dan bawang putih ya? Habis itu, buang tangkai cabai merahnya dan kumpulkan di wadah ini. Hati-hati dengan pisaunya, jangan sampai kena jarimu. Ibu mau menanak nasi dulu,”jelas ibu singkat.
Lintang hanya mengangguk. Lalu meraih pisau dari tangan ibu, dan mulai mengupas bawang merah dan putih.
Sambil mengerjakan perintah Ibu, Lintang mengamati gerak-gerik Ibu yang cekatan. Semua di kerjakan tanpa banyak bicara, dan tak ada keraguan sedikitpun. Satu per satu pekerjaan di dapur telah selesai. Tinggal menunggu nasi di kukusan matang, dan meletakkan ayam yang telah dibumbui ke atas tungku untuk di bakar.
Hmm...tak sabar rasanya ingin segera menikmati ayam bakar kesukaan Lintang.
Tapi, wah...peralatan masak yang harus di cuci jadi banyak! Mana pompa air juga mati karena listrik belum nyala.
Huh, repotnya hidup tanpa listrik!Harusnya bumbu ayam bakar kesukaan Lintang bisa di blender, tapi karena ada pemadaman, terpaksa harus di uleg. Nasi yang harusnya bisa matang dengan sekali colok saja, harus diaroni dulu baru di kukus. Sekarang, Lintang tak boleh boros menggunakan air untuk mandi. Harus bebagi dengan Ayah, Ibu, dan peralatan masak yang belum dicuci.
Kenapa sih, listrik harus sering mati? pikir Lintang penuh rasa ingin tahu.
“Lintang, kok bengong? Ayo, cepetan mandi. Sudah sore, nanti keburu Ayah pulang. Lintang gak mau Ayah marah kan? Jangan lupa, hemat air!”kata Ibu.
Bergegas Lintang mandi, tak mau kena marah Ayah. Lagi pula, sehabis membantu Ibu di dapur, badan Lintang terasa lengket oleh keringat. Sehabis mandi, badan terasa segar!
Untunglah, menjelang Maghrib listrik menyala kembali. Pompa air menyala, dan drum penyimpan air (toren) bisa terisi air kembali. Dan, Ibu bisa menyiapkan makan malam dengan lebih leluasa.
Selesai makan malam, Lintang duduk di samping Ayah yang sedang membaca koran sore. Lintang penasaran sekali, kenapa sering terjadi pemadaman listrik?
“Yah, tadi listrik padam lagi. Lintang jadi gak bisa main game di komputer,”rajuk Lintang.”kenapa sih, listrik padam melulu?”
Mendengar pertanyaan Lintang, Ayah menutup koran yang tengah di baca dan melipatnya kembali. Ayah memperhatikan wajah Lintang yang nampak serius. Lalu Ayah tersenyum.
“Kenapa tidak tanya Ibu?” kata ayah sambil melirik Ibu yang nampak asyik membaca ensiklopedi ilmu pengetahuan alam.
“Ah, ayah..Lintang kan nanya-nya sama Ayah..!”protes Lintang.
“Hahaha...kan, sama saja?”elak Ayah lagi.
“Ibu kan capek, yah..habis masak. Lintang cuma bisa bantuin mengupas bawang aja, habis belum bisa menggunakan cobek dan uleg! Listrik pakai mati segala sih, jadi ibu gak bisa pakai blender..”jelas Lintang panjang lebar.
“Memangnya Lintang tahu, blender itu apa?”tanya Ayah lagi.
“Tahu, dong? Itu tuh, yang suka dipakai ibu untuk menghaluskan bumbu ayam bakar kesukaanku!” jawab Lintang cepat.
Ibu yang menguping pembicaraan Ayah dan Lintang, tersenyum. Dalam hati, Ibu bangga punya anak yang cerdas seperti Lintang.
“Ibu juga tahu, kenapa listrik sering mati..?”sahut ibu menyela pembicaraan Lintang dengan Ayah.
Serempak ayah dan Lintang menoleh ke arah Ibu. Lalu Ibu membaca keras-keras tulisan yang ada di buku: “Listrik sering padam akhir-akhir ini karena Lintang terlalu sering bermain game di komputer..”
Hah? Lintang kaget sekali. Apa benar tulisan itu ada di buku ensiklopedi yang di baca ibu? Lalu Lintang menoleh ke Ayah yang senyum-senyum simpul.
Karena sangat ingin tahu, Lintang berlari mendekati Ibu lalu mencari-cari kalimat yang tadi dibaca oleh Ibu.
“Ibu bohongin Lintang, ya?”tanya Lintang setelah tidak menemukan kalimat yang di maksud.
“Tidak,”jawab ibu singkat. “Sini Ibu jelaskan.”
Lalu Ibu membuka halaman dari sebuah buku dengan judul “Listrik untuk Rumah Kita”. Dalam buku itu terdapat gambar yang menjelaskan bagaimana listrik di buat. Ibu menunjuk gambar yang berbentuk tabung besar, dan mengeluarkan asap di ujungnya.
“Ini namanya pembangkit listrik. Dari sinilah listrik yang kita gunakan di rumah kita ini, dan rumah-rumah yang lain, berasal. Pembangkit listrik yang besar bisa mencukupi kebutuhan ribuan rumah. Umumnya, pembangkit listrik menghasilkan listrik dari dari pembakaran batu bara, atau minyak bumi. Tetapi, ada juga yang menggunakan pembangkit listrik tenaga air, angin, panas bumi, dan matahari. Bahkan nuklir !
"Nuklir? Seperti bom yang di Nagasaki dan Hiroshima ya, bu?"
Ibu tersenyum.
"Bukan bom, sayang..! Tapi, pembangkit listrik tenaga atom, atau nuklir. Sama bahannya, tapi beda kegunaannya. Tetapi, banyak negara tidak mau menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir karena banyak resikonya. Seperti yang sekarang terjadi di Jepang, tepatnya di Fukushima. Betul kan, Yah?"
"Betul, sekarang malah menjadi bencana yang lebih membahayakan setelah gempa dan tsunaminya karena radiasinya sangat berbahaya,"tambah Ayah, sambil menunjukkan gambar yang ada di koran.
"Radiasi?" tanya Lintang. Ayah dan ibu diam terpaku, lalu saling berpandangan.
" Radiasi, adalah sesuatu energi yang memancar dan nantinya akan di serap benda lain,"ibu berhenti menjelaskan. Memandangi Lintang yang terdiam. Mereka khawatir jika menjelaskan lebih lanjut Lintang makin tak mengerti.
"Nah, dari pusat pembangkit ini, listrik dialirkan melalui jaringan kabel hingga sampai ke rumah kita,”jelas Ibu memecah keheningan.
"Nuklir? Seperti bom yang di Nagasaki dan Hiroshima ya, bu?"
Ibu tersenyum.
"Bukan bom, sayang..! Tapi, pembangkit listrik tenaga atom, atau nuklir. Sama bahannya, tapi beda kegunaannya. Tetapi, banyak negara tidak mau menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir karena banyak resikonya. Seperti yang sekarang terjadi di Jepang, tepatnya di Fukushima. Betul kan, Yah?"
"Betul, sekarang malah menjadi bencana yang lebih membahayakan setelah gempa dan tsunaminya karena radiasinya sangat berbahaya,"tambah Ayah, sambil menunjukkan gambar yang ada di koran.
"Radiasi?" tanya Lintang. Ayah dan ibu diam terpaku, lalu saling berpandangan.
" Radiasi, adalah sesuatu energi yang memancar dan nantinya akan di serap benda lain,"ibu berhenti menjelaskan. Memandangi Lintang yang terdiam. Mereka khawatir jika menjelaskan lebih lanjut Lintang makin tak mengerti.
"Nah, dari pusat pembangkit ini, listrik dialirkan melalui jaringan kabel hingga sampai ke rumah kita,”jelas Ibu memecah keheningan.
“Terus, apa hubungannya dengan main game dan mati listrik bu?”tanya Lintang dengan mata yang berkedip-kedip. Pasti sedang sangat ingin tahu.
Huft...ibu lega. Lintang tidak bertanya lagi tentang radiasi.
Huft...ibu lega. Lintang tidak bertanya lagi tentang radiasi.
“Nah, itu karena umumnya pembangkit listrik di negera kita menggunakan baru bara dan minyak bumi yang keberadaannya di alam sudah semakin berkurang. Sehingga listrik yang dihasilkan juga berkurang. Jadi, listrik yang di bagi-bagi ke banyak rumah juga ikut dikurangi. Kalau tidak berhemat, akhirnya tetap tidak cukup juga, jadilah listriknya dipadamkan. Sama seperti air yang sedikit tapi harus di bagi-bagi untuk Lintang, Ibu dan Ayah. Kalau tidak berhemat menggunakannya, ya tetap tidak cukup. Akhirnya, tidak mandi, deh..! Atau, terpaksa bergantian. Hari ini Lintang, besok Ibu, dan lusa Ayah. Hmmm..kebayang, deh baunya! Betul kan, Yah?”
Ayah mengangguk sambil mengacungkan jempolnya.
"Betulll...!"
"Betulll...!"
“Tapi, masa Lintang gak boleh main game sama sekali?”protes Lintang sambil merengut.
Ayah, dan Ibu saling berpandangan sekali lagi. Mereka tak langsung menjawab.
Ayah, dan Ibu saling berpandangan sekali lagi. Mereka tak langsung menjawab.
“Boleh,"jawab Ayah, akhirnya. "Tapi..., dengan syarat, harus mengerjakan PR dulu, baru boleh main game. Dan, tidak boleh lama-lama, nanti Lintang tak punya waktu bermain bersama teman."
“Tapi, Ibu senang listrik padam. Lintang tidak bisa main game, dan akhirnya bantu Ibu di dapur, deh..hehehe..! Terimakasih ya, sayang...,”tambah Ibu.
Lintang tersenyum senang, masih boleh main game di komputer. Tapi, Lintang juga berjanji tak akan bermain game lama-lama. Biar listrik tidak sering padam. Juga agar bisa membantu Ibu. Kalau Ibu terlalu capek, nanti tidak bisa dampingi Lintang belajar.
PR? O, iya..tadi ada PR dari Ibu Guru. Lintang segera berlari ke kamar dan membuka buku tulisnya. Ternyata, PR-nya adalah menuliskan tentang teknologi yang bermanfaat untuk manusia, dan mengapa memilih teknologi tersebut?
PR? O, iya..tadi ada PR dari Ibu Guru. Lintang segera berlari ke kamar dan membuka buku tulisnya. Ternyata, PR-nya adalah menuliskan tentang teknologi yang bermanfaat untuk manusia, dan mengapa memilih teknologi tersebut?
Ah, sekarang Lintang tahu! Lintang akan menuliskan tentang listrik, dan mengapa Lintang memilih listrik sebagai teknologi yang bermanfaat untuk manusia. Lintang senang jika listrik tak padam. Suatu saat nanti, Lintang akan membuat pembangkit listrik yang tidak menggunakan bahan bakar yang cepat habis. Supaya semakin banyak orang merasakan manfaat listrik. Amin!
Sumber referensi:
1. Ardley, N., Cara bekerjanya Listrik, PT Mandira Jaya Abadi, Semarang, 2000
2. Wikipedia, Ensiklpedia bebas.
Sumber referensi:
1. Ardley, N., Cara bekerjanya Listrik, PT Mandira Jaya Abadi, Semarang, 2000
2. Wikipedia, Ensiklpedia bebas.
Hemat energi :-) Tema cerita yang bagus ;-)
ReplyDeleteMas Didik, terimakasih. Sebenarnya sih, tema yg bagus ada banyak, cuma masih sering terlalu serius nih menceritakannya. apalagi kl untuk anak-anak, suka bingung pilih kata yang sederhana dan jelas.
ReplyDeletewah ada lagi toh.
ReplyDeleteada lagi, kang...semuanya ada 3. Yang satu lagi judulnya: BAdak Bule.
ReplyDeletecerita menarik....
ReplyDeleteterima kasih partisipasinya
terimakasih..! masih harus banyak belajar, terutama pada penggunaan kosa kata yang sederhana dan mudah dimengerti anak. dan itu sulit buat saya..hehe
ReplyDelete