Mar 7, 2011

Kelinci Koci dan Kura-kura Kori


Si Koci Kelinci hebat! Seantero hutan lindung sudah tahu itu. Kata mereka, tak ada yang bisa menandingi kecepatannya berlari. Seluruh penghuni hutan yang menurut Koci larinya cepat seperti harimau dan banteng, sudah ditantangnya dan tak ada yang bisa mengalahkannya.
Burung kutilang bilang,”kalau lomba lari dengannya, jangan berkedip. Nanti kamu pasti tertinggal jauh di belakangnya. Tahu-tahu, Kelinci sudah sampai garis finish”.

“Iya, aku saja yang berlari lurus ke depan tak bisa menandingi kecepatannya...grok..grok..!,” tambah babi hutan sambil mendengus.

Kadal, tokek, cicak, dan belalang yang sedang nemplok di pohon cuma manggut-manggut. Wah, apalagi kita ya? Bisanya merambat di pohon atau di semak-semak. Begitu gumam mereka dalam hati. Hanya lebah dan kupu-kupu yang masa bodoh dengan lomba itu. Mereka selalu sibuk mengumpulkan madu untuk anak-anak mereka.

Tapi mereka juga tahu, Koci sangat sombong. Setiap melihat hewan lain berlari, dia selalu menertawainya. Apalagi jika yang berlari itu bebek.

“Ah, cuma segitu saja kemampuanmu kaki pendek?”ejek Koci.

Walaupun kesal, bebek tak bisa berbuat apa-apa.

Sementara, di pinggir sebuah danau tak jauh dari lapangan tempat lomba biasanya diadakan, hidup seekor kura-kura pemalu. Si Kori namanya. Kori tak punya banyak teman, hanya Kodi, kodok hijau saja yang berteman dengannya. Itu pun karena Kodi juga malu sering diejek karena kulitnya yang buruk. Kori senang menyepi dan membaca buku, dan Kodi senang menghibur kawannya ini dengan menyanyi. Meski suaranya tak bagus-bagus amat, tapi Kodi tetap bernyanyi..!

Suatu hari, Koci yang bosan menanti lawan bertanding memilih berjalan-jalan untuk mengisi harinya. Lalu, sampailah dia di tepi danau tempat Kori bermain bersama Kodi. Melihat mereka berdua yang nampak buruk rupa, Koci tertawa terbahak-bahak. Apalagi saat melihat mereka berjalan. Koci tertawa sampai berguling-guling.

“Kalau seperti ini cara berjalanmu, mana bisa kau mengalahkan aku berlari..ha.ha.ha..!?” kata Koci sambil menirukan cara berjalan Kori yang sangat lambat.

Aih, gerakan Koci sungguh lebay! Kori dan Kodi sebal dibuatnya. Kori juga merasa sangat malu dan sedih.
Ya, dengan kaki pendek dan tempurung besar di punggungnya, seekor kura-kura macam aku ini takkan bisa menang melawan kelinci yang punya kaki yang kuat, keluh Kori.

Tapi, Kodi menghibur Kori. Mengapa harus terus bersedih? Tidak punya otot, ya pakai otak lah...! Dan..aha! Kodi melihat di kepala Kori muncul cahaya kuning terang. Cahaya itu mirip bola yang menyala di rumah-rumah manusia. Kori dan Kodi tersenyum, wajah mereka berseri-seri.

Di temani Kodi, Kori sibuk bereksperimen. Dia ingin menciptakan alat yang bisa membuatnya berlari dengan sedikit menggerakkan kakinya yang pendek.

Hari demi hari berganti. Koci si Kelinci makin sombong. Tak ada lagi yang menantangnya berlari. Lapangan di pinggir hutan itu, juga makin sepi. Para binatang lebih suka berkumpul di rumah kelinci untuk mendengarkan kisah-kisah-nya yang hebat saat mengalahkan harimau, dan banteng. Yah, walaupun mereka tahu cerita itu di lebih-lebihkan alias membual, mereka tak mau Koci menjauh dan tak menganggap mereka teman. Masuk sebagai geng-nya Koci, kan keren! Begitu pikir mereka.

Setiap hari mereka berkumpul di rumahkelinci sambil membawa makanan yang berlemak, dan manis-manis seperti permen dan coklat, serta minuman bersoda. Koci juga senang makan gorengan. Semakin hari semakin melupakan latihan lari dan kebiasaan baiknya dulu yaitu makan buah-buahan, wortel, sayur-sayuran, dan susu. Akibatnya, Koci jadi gendut dan tak lincah lagi. Apalagi kini tak ada lagi yang berani menantangnya berlari. Kerjanya setiap hari hanya makan dan tidur saja.

Berbeda dengan Kori yang rajin dan tekun bereksperimen. Setelah didapatkan hasil yang bagus, Kori berlatih menggunakan alat yang telah di rakitnya itu. Dengan bantuan Kodi, Kori berhasil menggunakan alat itu dengan baik. Meski begitu, setiap hari terus saja berlatih untuk menjaga keseimbangan dan teknik pengendalian alat yang sempurna.

Akhirnya, dengan mengumpulkan keberanian, Kori menantang Koci bertanding lari. Di hari yang telah di tentukan, mereka telah siap di lapangan. Penonton telah memenuhi pinggir lapangan. Mereka bersorak-sorai untuk Koci. Meski meragukan kemampuan Koci yang sekarang jadi gendut, tetapi mereka juga tahu Kori jalannya sangat lambat. Tak mungkin mengalahkan Koci. Hanya Kodi yang terus memberi Kori semangat.
“Ayo, Kori... jangan takut! Kamu pasti bisa..!” teriak Kodi dari pinggir lapangan.

Para monyet yang biasanya hanya kongkow-kongkow di atas pohon, ikut-ikutan menonton. Bertepuk tangan riuh. Tapi, mereka tak membela siapapun. Mereka cuma senang menertawai yang kalah, dan menyanjung yang menang.

Hanya banteng, dan harimau yang diam-diam berdoa untuk kemenangan Kori. Mereka masih kesal karena pernah dikalahkan Koci. Tapi tak mau meneriakkannya keras-keras, takut dibilang pecundang. Malu dong?
Perlombaan segera di mulai. Koci dan Kori telah bersiap. Kali ini, wasitnya adalah Pak Burhan (Burung Hantu) yang terkenal bijaksana.

Pak Burhan mulai menghitung,“Ingat, tak boleh curang ya? Bersiap....satu..dua..ti...”

“Sebentar, Pak..!” teriak Kori tiba-tiba menyela. Seluruh penonton terkejut, lalu berbisik-bisik. Mengira Kori hendak membatalkan perlombaan karena takut.

“Ada apa Kori?” tanya Pak Burhan.

“Maaf pak, karena tubuh saya kan pendek, saya tak bisa melihat ke depan sepeti Koci. Dan, karena tempurung saya yang berat ini menempel di punggung, saya tak bisa berdiri tegak seperti Koci. Itu mempengaruhi kemampuan saya berlari pak.”jelas Kori.

“Ah...bilang saja kamu takut, Kori!”sahut Koci,”pakai alasan segala..!”

“Ssttt...! Diam dulu Koci,”sergah Pak Burhan sambi menempelkan sayapnya di mulut.

“Lalu, maunya apa Kori?”lanjut Pak Burhan.

“Ehm, supaya adil, ijinkan saya menggunakan alat yang bisa meninggikan badan saya, dan menahan tempurung agar tidak memberatkan selama lomba. Juga pengganjal kaki, agar kaki saya panjang dan kuat seperti Koci,”lanjut Kori.

Mendengar dirinya di sanjung, Koci sangat senang. Dadanya membusung, hidungnya kembang-kempis.
“Begitu ya? Bagaimana Koci, apakah Kori boleh menggunakan alat peninggi badan dan kaki?”tanya Pak Burhan pada Koci.

“Silahkan saja,”kata Koci tak acuh. Dirinya sudah yakin menang. Buat apa risau dengan alat peninggi badan buatan Koci yang tak berguna itu? Repot amat! Koci terus menggerutu.

Kori gembira. Dengan segera dia menyiapkan alat yang akan membuatnya lebih tinggi, dan kaki yang lebih panjang dan kuat untuk berlari.

Begitu alat itu sampai di hadapan wasit dan penonton, semua ternyata menertawakan Kori.

“Ha.ha.ha...apa alat yang lucu itu yang bisa membuat Kori berlari lebih cepat?”begitu ejekan para penonton.
Apalagi para monyet! Mereka bilang,”wah..lucu..lucu! Tapi kok, kayaknya kenal ya..dengan alat itu?” sambil menggaruk-garuk kepala, sibuk berpikir. Tapi tak lama mikirnya, lalu mereka bertepuk tangan sambil memakai topeng-topengan. Pakai musik juga..!

Pak Burhan tersenyum. Beliau tahu, pernah baca di buku yang ada di perpustakaan sekolahnya dulu. Alat yang digunakan oleh Kori adalah sepeda roda tiga. Kori pintar. Kalau roda dua, jalannya tidak akan seimbang. Dan dengan kaki yag pendek itu dia tidak bisa menahan agar tidak jatuh kesamping. Dengan roda tiga, Kori hanya perlu mengharmoniskan kayuhan dan keseimbangan (berat) badannya.

Koci hanya melongo melihat alat yang di gunakan oleh Kori. Tiba-tiba nyalinya menciut. Koci segera menyesali ijin yang diberikan pada Kori untuk menggunakan alat itu. Sekarang Koci bisa melihat, alat itu memang bisa membuat Kori lebih tinggi, dan dia bisa melihat jauh ke depan. Satu roda di depan, disambungkan pada dua roda di belakang. Di antara roda ada alat yang berputar yang menyambung kaki Kori dengan roda. Punggungnya yang berat oleh tempurung telah menemukan sandaran yang empuk. Kori nampak sangat percaya diri. Tapi, Koci tak sempat mengamatinya lama-lama, karena Pak Burhan telah memberi aba-aba. Koci dan Kori harus segera bersiap.

“Siap..! Satu, dua, tiga..!”

Koci segera melompat tinggi-tinggi, dan secepatnya agar tak kalah oleh Kori. Gemuruh tepuk tangan yang meneriakkan nama Koci melenyapkan rasa khawatirnya, dan yakin bisa menang. Sekilas Koci menoleh kebelakang, Kori masih tertinggal jauh.

Ah, Koci jadi lega. Apa yang musti di khawatirkan? Toh, alat itu tak membuatnya lebih cepat dariku. Gumam Koci pongah. Lalu Koci mengurangi kecepatan lompatannya. Napasnya sudah terengah-engah. Koci merasa semakin sulit berlari. Tubuhnya terasa berat.

Sementara di belakang, dengan kaki-kakinya yang pendek, Kori tetap berusaha mengayuh. Pelan tapi pasti, roda-roda yang di kayuh Kori semakin berjalan cepat. Sedikit lagi pasti bisa melewati Koci yang masih berlari santai.

Ketika menyadari Kori telah dekat, Koci menambah kecepatan larinya. Dia tidak menyangka Kori bisa mengejarnya. Terjadilah kejar-mengejar yang sangat ketat. Ketika Koci mengira Kori sudah jauh, dia melambat. Namun ketika Kori terus mendekat, Koci kembali berlari dengan cepat.

Garis akhir sudah terlihat.

Kori semakin bersemangat mengayuh, dan Koci terus berlari. Sorak sorai penonton semakin bergemuruh.
Namun, beberapa depan menjelang garis finish, tiba-tiba Koci terjatuh. Kori yang terfokus pada perlombaan, tak menyadarinya dan terus mengayuh dengan cepat. Dan, akhirnya Kori sampai di garis finish terlebih dulu.

“Hore....! Kori menang...!” teriak Kodi, harimau dan banteng keras-keras. Monyet-monyet di atas pohon ikut-ikutan menyanjung Kori, padahal tadi menyanjung Koci.
Kori sangat senang. Kerja kerasnya berbuah manis. Meski tak mudah, namun akhirnya sangat membuat bangga.

Menyadari Koci tak sampai garis finish, bergegas dia mencari Koci. Awalnya Kori diam saja melihat Koci tergeletak dengan hajah pucat pasi, toh nanti pendukungnya akan segera menolongnya. Tetapi, perkiraan Kori salah! Tak ada satu pun yang menolong Koci. Malah mereka menyukuri kekalahan Koci, dan segera berlalu.
Kori merasa iba pada Koci. Kori segera membawa Koci ke rumah sakit. Dengan sepedanya, Kori sampai di rumah sakit lebih cepat. Pun tak perlu menggendong badan Koci yang gendut, cukup memboncengnya. Huh..untunglah, kata pak dokter Koci tak apa-apa.

Setelah perlombaan itu, Kori menjadi terkenal. Tidak karena hanya kepandaiannya membuat sepeda, tetapi juga kebaikan hatinya. Meskipun telah mengalahkan Koci, Kori tidak sombong. Malah sekarang mereka berteman. Kori sering mendampingi Koci berlatih lari dengan mengayuh sepeda. Mereka tengah sibuk mempersiapkan lomba lari antar hutan lindung, dan Koci danKori sebagai wakil dari hutan mereka.

Wah...selamat berlatih ya? Bersahabat dan menjadi satu tim yang kompak itu memang lebih menyenangkan daripada bermusuhan. Betul tidak?

18 comments:

  1. Ada pesan moralnya.. tapi tetap lucu :-)

    ReplyDelete
  2. fabelnya lucu banget, hehehe...

    ReplyDelete
  3. hehe..terimakasih. Blog Mbak Rie Rie juga asyik. Motivasinya sama lagi, biar blog kita nggak kosong..

    ReplyDelete
  4. Salam kenal. Silakan kunjungi balik blogku ya

    ReplyDelete
  5. Salam kenal juga, Mbak KArtika. Blog-nya oke banget, lho?

    ReplyDelete
  6. ini koq kaya cerita upin ipin ya?
    anyway thanks ya mbak udah ikutan :D

    ReplyDelete
  7. hehehe..iya, memang terinspirasi dari sana. Btw, yang di ipin dan upin juga dari cerita yang sudah terkenal di dunia. Dalam filosofi yang saya kenal, (mudah-mudahan tidak sok tahu), kelinci mewakili sifat yang serakah, dan kura-kura bersifat bijak.
    Saya mencoba membuat lombanya lebih "masuk akal" dengan sedikit sentuhan teknologi. Gitu deh...

    ReplyDelete
  8. Silahkan, Kang MT...! Wah, ada juri lewat, euy...!

    ReplyDelete
  9. wah... beneran sama.... tapi yang ini seruuu hehehe... menghayalnya hebat euy...

    ReplyDelete
  10. hehehe..makasih! lucu juga ya, kalau satu tokoh lain-lain cerita jadi satu buku? Ngayal lage...*mumpung gratis lah..*

    ReplyDelete
  11. bagus ceritanya, kaya cerita kancil dan kura-kura itu ya ya mbak. teknologi mampu membuat sebuah prestasi. keren mbak

    ReplyDelete
  12. Salam Takzim
    asyik juara
    Salam Takzim Batavusqu

    ReplyDelete
  13. koci dan kori akhirnya salaman deh ;-)

    ReplyDelete
  14. Hehehe..mending salaman, toh..timbang didemo, dibekukan, dan digusur?

    ReplyDelete